Skip to main content

When I’m Talking About SELF-LOVE




(Source: pexels.com)


“Don’t get confused between what people say you are and who you know you are.” – Pinterest 

Selalu jadi sentimental kalo bahas self-love, self-acceptance dan semua soal penghargaan terhadap diri sendiri. Karena sadar atau enggak  It’s so easy to give advise to the other about self-love tp pada faktanya kita sendiri yang gak bisa menerima diri ini apa adanya. Duh.

Ditulisan ini aku gak mau bahas gimana tips and tricks karena aku sendiri masih belum bisa menerima diri ini apa adanya.

Kenapa kepikiran buat nulis ini? Karena tadi pagi di percakapan yang masih sangat pagi untuk memulai hari ada topik yang sedikit menyentil hati.  Jadi ceritanya, I have a late night shift with my team in my environtment. We take a rest and I drink my fav hot chocolate milk as my breakfast.

Di percakapan itu ada salah satu rekan (laki-laki) yang bilang, “Fika, kamu punya bakat gemuk ya?” Aku cuma senyum. Beliau bilang lagi, “Kamu besok kalo ngelairin bakal tambah gede lagi. Kalo si ”itu” (menyebutkan salah satu rekan perempuan kami) dia udah over.”

Kalo dilihat dari percakapan diatas we have small talk, ya? Dan sejujurnya I hate small talk, apalagi kalo cuma buat nge-judge orang lain. I’m in the process of positive changes and I don’t wanna waste my time in it.

Nah, dari situ aku punya ide buat nulis di sini.

Aku gak akan munafik atau naif kalo aku pernah nge-judge orang, karena aku gak sesuci dan seteduh itu. Sesimpel warna lipstick mereka, cara mereka senyum, cara mereka jalan. But deep inside habis itu aku merasa bersalah banget sama diri ini, karena shameful ke mereka. Selalu begitu, penyesalan datang akhir. (Typically an INFJ)

I will describe my bad side of my physical. Tinggiku 150 cm, berat badanku 59 kg sampai dengan saat ini, aku punya rambut sebahu dan bergelombang, dulu jaman SD aku pernah punya kutu rambut, berwajah bulat, jidatku gak lebar, punya alis yg gondrong di ujungnya, have one eye lid, bulu mata tebel tp turun, pesek, bibir bawahku tebal, oily face, acne prone, big pores, jemari, lengan tangan, paha betis diatas rata-rata besarnya.

Buruk sekali pasti setelah baca itu. Can you imagine me?

Ya, dunia ini soal penilaian. Sekali menilai, itu pasti adalah their flaws. Karena begitu mudah menemukannya.

Ngomongin penghargaan diri, mungkin karena terbawa suasana jadi ikut-ikutan ya. There are so many people around me yang suka ngeluh soal fisik mereka. Contoh simpel, aku pengen gendut, aku pengen kurus, aku gak punya alis, aku gak punya bulu mata, aku sipit, aku pesek, aku keriting, aku item, aku jerawatan, aku punya freckles. Dan masih banyak aku lainnya. You’re beautiful just the way you are girls.

Kalo kita gak bisa menerima diri ini apa adanya dengan gak ngeluh setiap hari soal kekurangan diri ini, gimana kita bisa menghargai orang lain? Berdamai sama diri ini simpel kok, jangan ngeluh atau paling gak mengurangi buat ngeluh. Dari situ kita bisa menghargai orang lain, dengan gak ngomong soal fisik mereka.

Sering denger dan liat langsung ada komen, “Alis doi kok kek uler keket, kek sinchan, dari ujung ke ujung  tebel semua, seharusnya yg pangkal tu agak di gradasi, warna rambut sama alis gak sama.” Padahal yang nge-judge itu gak punya bulu alis, boro-boro punya pensil alis, bisa bikin alis aja enggak.

Aku bisa menebak kalo doi tau kita nge-judge soal itu, pasti dia bakal sakit hati. Coba posisikan diri kita sebagai dia, pasti kita bakal sakit hati walaupun kita gak bereaksi. (Tarik nafas panjang, elus dada)

Lagi, “Badan kamu kok bengkak semua? Abis disengat apaan? 10 kalajengking?” “Badan lo kering banget kek ikan asin, gampang patah. Awas kena angin, terbang jauh gak balik nanti.” Yang punya selera humor tinggi pasti bakal langsung ketawa gak berhenti sambil menatap penuh penghakiman ke korban. Buruk. Dan si korban pasti cuma bisa pasrah sambil senyum kecut. Padahal... yang menghakimi itu gak kalah gendut juga, ya itu tadi, karena doi punya selera humor tinggi, gak mikir gimana perasaan dan apa yang bakal dipikirin sama si korban.

Satu kunci. Itu gak keren. Kadang bingung juga mau dibawa kemana arah percakapan kalo bahasnya body shaming, kalo mengingatkan di kira menggurui, gak asik, terlalu serius, tapi kalo ngikutin arah percakapan, kitanya sendiri yang risih. Serba salah.

It’s so easy to us buat nge-judge orang lain. Tapi apakah kita gak memikirkan hal lainnya tentang orang itu, maksudku, dibalik hal-hal yang serba kurang di mata kita, apakah kita mikir bagaimana dia bersusah payah diet, setiap hari olahraga berpeluh keringat, makan-makanan bergizi tinggi yang belum tentu sesuai selera mereka, keluar uang berjuta-juta untuk lippo slimming, yang pengen gendut berusaha makan sebanyak mungkin yang endingnya sakit perut karena sembelit, beli make up skin care mahal untuk menunjang penampilan.

Kita seharusnya, apalagi sesama perempuan, jangan menghakimi sesama kita. Biarkan mereka dengan urusannya, make up tebal, baju mahal, perawatan mahal. I just wanna tell you something, dibalik apa yang mereka lakukan they have a reason, and of course you shouldn’t know it. Selain untuk menunjang penampilan, tentunya untuk mencari pengakuan.  Hidup ini juga soal pengakuan, ada kepuasan tersendiri untuk hal itu. Jadi jangan kita terus menghakimi mereka, menuntut, karena mereka akan mencari pengakuan-pengakuan lainnya untuk semua yang telah kita lakukan, jahat sekali kita.
Sebenernya aku punya tulisan yang relate bahas soal self-acceptance. Bisa diliat di tag-tag an Cerita Kita ya. Atau disini. Karena akan panjang sekalih kalo bahas disini.

Ya kesimpulannya mudah. Bercermin, refleksikan diri ini terlebih dahulu. Pasti semuanya akan berjalan dengan baik. Because you are strong enough to face it all, even if it doesn’t feel like it right now. Kalo orang lain yg melakukan ke kita? Percaya satu hal, Don’t get upset with people or situation, both are powerless without your reaction. Karena yang seperti ini tidak akan mempan jika kita beritahu, biarkan semesta yang akan memberitahu.

Love ourself first!

Sincerely,

 Syafika

Comments